Membentuk karakter bangsa melalui perlindungan profesi guru
Pengantar
Tidak lama lagi kita Bangsa Indonesia akan memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh tanggal 2 Mei 2019, yah mungkin sekitar 3 hari lagi sejak tulisan ini diterbitkan.
Perayaan memperingati hari Pendidikan Nasional setiap tahunnya dilaksanakan demi mewujudkan salah satu janji kemerdekaan yaitu “mencerdaskan kehidupan Bangsa”, sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Membahas tentang makna “pendidikan”, maka sangat erat kaitannya dengan “profesi guru” sebagai salah satu unsur pokok tercapainya pendidikan yang diharapkan.
Guru dapat menjadi penggerak, fasilitator sekaligus motivator dalam dunia pendidikan, peran guru tak dapat tergantikan oleh perubahan zaman secanggih apapun, karena seorang guru tak hanya memberikan transfer of knowledge (mengajarkan pengetahuan) tetapi juga transfer of value (mengajarkan nilai, norma dan moral).
Berbagai Jerat Hukum
Namun beberapa tahun terakhir ini begitu banyak kasus hukum yang menimpa guru. Sejak Tahun 2016 dengan begitu gencarnya bergulir proses hukum kepada pelaku kekerasan terhadap anak, kini kabar profesi guru memasuki babak baru.
Namun babak baru ini bukanlah kabar baik bagi dunia pendidikan, melainkan sebuah ancaman bagi profesi guru yang memiliki fungsi sebagai pelaku perubahan sifat siswa atau character building. Profesi yang dikatakan mulia namun penuh dengan berbagai ancaman yang menanti dalam mengembang amanah profesi ini.
Bagaimana tidak, kita telah menyimak sendiri, melihat sendiri, dan mendengar sendiri baik itu dari media elektronik maupun media cetak bagaimana kemudian Undang-undang ini memperlakukan profesi guru begitu rendah.
Beberapa kasus yang telah menyedot perhatian kita belakangan ini, perilaku guru yang bertujuan mendisiplinkan dan mendidik siswa yang melanggar kini harus berhadapan dengan hukum. seperti kasus yang menyeret guru SMP Raden Rachmat Sidoarjo, Muhammad Samhudi telah divonis bersalah oleh hakim dengan hukuman pidana penjara 3 bulan dengan masa percobaan 6 bulan dan denda sebesar Rp 250.000. nasib serupa dialami Nurmayani Salam, Guru SMPN 1 Bantaeng yang harus mendekam di rutan Mapolres Bantaeng hanya karena mencubit siswanya.
Tidak hanya itu kekhawatiran seperti intimidasi dan ancaman yang membuat guru menjadi semakin was-was dalam mendidik, yang berkaitan dengan pemberian sanksi atau hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan di sekolah. Intimidasi dari orang tua siswa yang dialami Aop Saopudin Guru honorer di SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat saat melakukan razia rambut siswa. Kasus lain yang menimpa Guru di Makassar yang babak belur akibat pemukulan.
Perlindungan profesi guru sebenarnya telah tertuang pada PP Nomor 74 Tahun 2008. Beberapa butir pasal di dalamnya telah dijelaskan mengenai tugas, hak dan kewajiban guru.
Salah satunya Bunyi pasal 39 ayat 1 menjelaskan “Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis dan tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, peraturan perundang-undangan” dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.
Selanjutnya pasal 40 dan 41 PP tersebut menjelaskan tentang perlindungan guru dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari peserta didik.
Namun nampaknya Undang-undang perlindungan guru hanya pada tataran praktis belum menyentuh jauh pada realitasnya.
Undang-undang perlindungan profesi guru nampaknya masih begitu lemah ketika dihadapkan dengan Undang-undang perlindungan anak.
Dengan berbagai kasus yang telah menyeret beberapa guru diberbagai daerah, seyogyanya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajukan revisi Undang-undang perlindungan profesi guru, agar masalah ini tidak dibiarkan berlarut-larut ibarat jamur di musim hujan.
Dengan berbagai kasus yang telah menyeret beberapa guru diberbagai daerah, seyogyanya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajukan revisi Undang-undang perlindungan profesi guru, agar masalah ini tidak dibiarkan berlarut-larut ibarat jamur di musim hujan.
Perlindungan profesi guru telah diatur dalam UU nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen,
kemudian diperkuat kembali dengan keluarnya Permendikbud nomor 10 Tahun 2017
Beberapa efek domain yang kemungkinan memunculkan masalah baru dalam dunia pendidikan, ketika guru sudah merasa terbebani memberikan hukuman kepada siswa yang bertujuan untuk mendisiplinkannya. Mengingat sekolah merupakan miniatur masyarakat dengar berbagai karakter, dengan kejadian dan peristiwa yang begitu cair dan tidak menentu dihadapi guru dalam mendidik siswa.
Masalah ini kemudian berimbas kepada pergeseran paradigma guru (acuh) dalam mendidik karakter siswa. Selain itu dengan beberapa kasus hukum yang dialami guru dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap guru yang mendidik anak mereka. Bukankah guru itu adalah pengganti orang tua mereka di sekolah ?.
Pada dasarnya kita sepakat bahwa Undang-undang perlindungan guru dan anak itu mesti tetap ada, agar tidak memunculkan diskriminasi dan kesewenang-wenangan terhadap salah satunya. Yang dibutuhkan adalah adanya komparasi yang berujung pada titik temu agar semua pihak merasa dilindungi.
Selain itu memang dibutuhkan pendekatan yang lebih aktif antara pihak sekolah dan orang tua siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Hubungannya dengan penguatan pendidikan karakter (PPK)
Dalam mengahadap era revolusi industry 4.0 perubahan begitu masiv terjadi di semua lini kehidupan, termasuk salah satunya di bidang pendidikan. Guru dituntut mengikuti perubahan zaman agar mampu mendidik siswa sesuai dengan kebutuhan zaman pula.
Baca juga : Menjadi guru era revolusi Industri 4.0
Karakter siswa zaman sekarang (now) begitu berbeda dengan karakter siswa era 90 an ke bawah, hal begitu menonjol terlihat dari segi sikap dan prilaku mereka terhadap orang yang lebih tua, seperti ketika lewat di depan guru atau orang tua masih mengucapkan kata “permisi” yang di ikuti oleh bahasa tubuh yang sedikit membungkuk, ini adalah contoh perilaku atau karakter yang mulai memudar di kalangan siswa kita selaku generasi penerus bangsa.
Masyarakat kita telah bergeser dari masyarakat agraris menuju masyarakat informasional, dimana arus informasi telah menjadi kebutuhan bagi manusia saat ini. adanya internet dan media sosial memberikan efek yang begitu besar bagi dunia pendidikan saat ini khususnya bagi perlindungan profesi guru.
Begitupula dengan perilaku anak didik kita hari ini, maraknya tayangan- tayangan televisi yang tidak mendidik adalah salah satu faktor penyebab semakin maraknya perilaku menyimpang dan terpuruknya karakter Bangsa ini.
Selain tayangan televisi, kini tontonan para anak- anak sudah berada di media sosial, seperti Facebook, Instagram hingga pada situs berbagi video seperti youtube yang kian hari kian digandrungi semua kalangan usia mulai dari anak- anak, remaja, dewasa hingga orang tua.
Apa yang anak- anak kita dapatkan dari sana, dari menonton video- video yang berseliwerang di media sosial tersebut ? banyak hal, mulai dari hal- hal yang berbau pendidikan hingga hal yang menyesatkan mereka, semua ada di sana. Sangat mudah di dapatkan, tanpa mengenal waktu (berbeda dengan siaran televisi).
Sehingga anak dapat belajar dari mana saja, guru mereka menjadi banyak, bukan hanya di sekolah dan di rumah, sebenarnya hal itu sangat baik karena anak dapat belajar dimanapun dan kapanpun, namun berbahaya jika yang dipelajari dan ditontonnya adalah hal yang berbau negatif, seperti menontotn video porno, kekerasan, kenakalan remaja, pembunuhan, hingga tontonan yang tidak layak di lihat oleh usia anak-anak.
Dalam teori psikologi dikatakan bahwa, pola pikiran dan tingkah laku manusia dipengaruhi oleh apa yang ia dengarkan dan dilihatnya.
Karakter manusia terbentuk melalui apa yang ia tonton, termasuk yang dialami oleh para anak- anak kita, meskipun lingkungan sosialnya baik, pendidikan di keluarga baik, namun perilaku anak tersebut masih menyimpang, boleh jadi hal tersebut ia dapatkan melalui tontonan dari dunia maya.
Anak belajar memukul, membully, menebar kebencian, menebar hoax, berbohong, pandai mencari alasan pembenaran atas kesalahan yang diperbuat hingga mungkin belajar membantah dan melawan guru semua didapatkan oleh anak-anak melalui dunia maya.
Melalui dunia maya anak-anak dapat belajar hal- hal yang tidak diajarkan di lingkungannya, bahkan kasus membantah, melawan, hingga penganiayaan terhadap guru yang berbuntut malah gurunya yang dipidanakan akan menjadi contoh bagi siswa yang memiliki perilaku menyimpan di sekolah.
Arus informasi tak dapat terbendung lagi, tidak hanya siswa, bahkan orang tua siswa sudah tahu bahwa undang-undang perlindungan guru masih sangat lemah dibanding undang-undang perlindungan anak dan HAM. Pengetahuan yang kebablasan dan tidak mempertimbangkan moral etika penerus bangsa akan menyalahgunakan kesempatan tersebut, sedikit-sedikit guru dilaporkan dan dipidanakan.
Memang menjadi dilema dalam dunia pendidikan kita, profesi guru yang seharusnya jauh dari pidana dan kriminalisasi demi membangun dan membentuk karakter bangsa malah dibayang-bayangi oleh ketakutan-ketakutan dalam menjalankan tugas profesinya.
Penutup
Tidak ada jalan lain, pemerintah berkewajiban hadir dalam mengentaskan masalah tersebut, restorasi dunia pendidikan menjadi hal utama yang harus dikerjakan. Masalah tambang Freeport, BPJS kesehatan, kasus korupsi, mafia hukum, hingga penanganan obat-obat terlarang tidaklah lebih penting dibandingkan masalah pendidikan yang dihadapi bangsa ini, khususnya persoalan karakter dan masalah perlindungan profesi guru.
Penulis berharap semoga tidak ada lagi kasus penganiayaan dan kekerasan yang dialami oleh guru kita, agar para guru dapat fokus melaksanakan tugas profesi mereka dengan perhatian penuh kepada peserta didiknya demi membentuk karakter bangsa yang unggul.
Demikianlah artikel yang berjudul Membentuk karakter bangsa melalui perlindungan profesi guru, semoga dapat menambah wawasan para pembaca.
Belum ada Komentar untuk "Membentuk karakter bangsa melalui perlindungan profesi guru"
Posting Komentar
Beri kami masukan untuk memperbaiki kekurangan !!! Atau Hubungi Admin jika ada yang ingin dipertanyakan 085 343 554 857